Inside Aemtobe with Anas Maghfur
Anas Maghfur
“Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.” Berkontribusi lah dan jadi lah valuable bagi umat manusia.
Kisah kehidupan yang berliku-liku dan melewati asam garam kehidupan tidak membuat gentar dan faktanya, menjadi sebuah lecutan untuk maju dan menjadi sesuatu. Banyak saya temui, sosok-sosok yang seperti inilah yang melampaui arti sebuah kesuksesan dalam kehidupan. Anas Maghfur, sosok inspiratif #kampanyebudaya dan pendiri Aemtobe adalah salah satunya. Anindya Sukarni, untuk Miumosa.
***
Nama “Aemtobe” dan sosok Anas Maghfur mungkin sudah tak asing lagi di bumi Khatulistiwa. Produknya sudah sering dipakai oleh banyak kalangan, termasuk para petinggi pejabat pemerintah kota. Dedikasinya untuk memajukan tenun Samarinda sebagai bagian dari warisan kearifan lokal begitu nyata dirasakan masyarakat luas. Ibarat gayung bersambut, inisiasi ini mendapat dukungan dan apresiasi penuh dari Bank Indonesia Kaltim dan Bank Mandiri melalui program KUB Mitra Andalan dan Wirausaha Muda Mandiri. Belum lagi, pria kelahiran Kediri, 10 Mei 1983 ini, secara tidak langsung turut mengedukasi dan membuka lapangan pekerjaan bagi puluhan pengrajin tradisional tenun di Kampung Tenun Samarinda.
Lantas, apa yang menjadi begitu spesial bagi Miumosa?
Seperti tagline Miumosa is Not for Casual, Superfans Only, kami membuka pintu kolaborasi dengan beragam pihak yang memiliki kesamaan visi dalam menggarap dan memajukkan potensi pasar Niche di Indonesia. Corak tenun tidak biasa Tabba Male BI dan Balo Sikko Laa begitu memesona kami. Corak ini akan turut memberi nafas pada koleksi sepatu Miumosa Red Carpet 2018 yang akan datang.
Kain tenun Samarinda adalah sebuah karya kerajinan berupa tenunan tradisional yang erat kaitannya dengan sejarah berdirinya kota Samarinda sehingga memiliki kearifan lokal yang sangat kental. Kerajinan ini awalnya dibawa oleh pendatang suku Bugis Sulawesi pada tahun 1668 M dan telah berhasil memadukan kultur budaya suku Bugis, Dayak dan Kutai. Sarung Samarinda dikerjakan oleh tangan-tangan terampil dengan masa pembuatan kurang lebih lima belas hari dengan menggunakan dua teknik yakni “Gedokan” (Alat Tenun Duduk) dan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
Balo Sikko Laa dan Tabba Male BI, dua corak tenun tak biasa.
Kedua motif ini sangat memesona, karena berbeda dari pakem tenun Samarinda pada umumnya yang bercorak kotak-kotak dengan warna dominan tua dan kontras seperti hitam, putih, merah, ungu, biru laut, dan hijau. Corak Sarung Samarinda sangatlah beragam, serta memiliki makna dan nilai filosofi masing-masing. Beberapa corak yang terkenal adalah Hatta, cokkah manipih, mammaruwe, dan lebak suasa.
Balo Sikko Laa, diambil dari kata “sikola”, dalam Bahasa Bugis artinya “coklat atau kecoklatan”. Ciri khas corak ini adalah dominasi warna coklat dengan aksen warna biru. Corak ini merupakan buah karya dan pemikiran dari Anas Maghfur bersama Herlina, salah seorang pengrajin tenun di Samarinda.
Sedangkan, motif Tabba Male BI merupakan pengembangan dari motif Tabba Golo dan Tabba Mare-Mare. Motif yang bermakna anggun, ramah, sopan, terhormat dan selalu memberikan yang terbaik ini, merupakan perpaduan lembut tiga warna yakni biru, putih dan merah marun. Penyisipan kata “BI” pada Male BI merujuk pada Bank Indonesia Kaltim yang memprakarsai dan mendukung terciptanya motif tenun ini.
Why Aemtobe?
Sejujurnya, saya cukup gregetan dengan nama brand ini, why “Aemtobe?” Ternyata pemilihan nama ini tidak sembarangan dan bukan tanpa sebab. “Nama Aemtobe itu sudah ada dalam angan-angan saya sejak duduk di bangku sekolah. It is so Me!”, ungkap pria yang pernah menyabet sejumlah penghargaan bergengsi di Indonesia dan sempat merambah pameran di beberapa kota di luar negeri.
Aemtobe juga merupakan sebuah ungkapan “doa” yang berasal dari kata “I am To Be” yang artinya “Saya Ingin Menjadi” yang memiliki visi dan misi memajukan budaya lokal dan memperkenalkan kain tenun nusantara dalam bentuk pakaian jadi yang lebih modern, trendi dan elegan tanpa mengurangi makna filosofi dan keanggunan menyertainya.
Sebagai bentuk konsistensi menjunjung kearifan lokal, Aemtobe mengembangkan pendekatan eco-fashion dengan penggunaan bahan pewarna alami yang ramah lingkungan.
“Sudah tercetus idenya di tahun 1997. Brand Aemtobe resmi diperkenalkan sejak 2012. Selain itu, rancangannya sendiri dibuat terbatas, sehingga tidak pasaran dan terjaga eksklusif.”, tambah lelaki yang pernah menjuarai Wirausaha Muda Mandiri se-Kalimantan di tahun 2014 dan masuk nominasi Njonja Meneer Awards 2016 kategori Culture Preneur.
Budaya Bangsaku adalah Raja di Tanah Airku
World is Flat. Fenomena gempuran brand-brand asing memasuki Indonesia secara massive begitu nyata sejak dibukanya pasar bebas Asia beberapa tahun yang lalu. Perilaku masyarakat Indonesia yang konsumtif dan menganggap brand luar lebih keren, seraya membuat orang kalap membeli produk dari luar negeri.
“Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value”, sepenggal nukilan Einstein. Anas pun menginisiasi gerakan sadar budaya untuk mengenali, mencintai, melestarikan budaya-budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Gerakan bertajuk tagar #KampanyeBudaya ini viral di media sosial Instagram. Program-program on the road seperti #KampanyeBudaya goes to School, keterlibatan duta-duta pariwisata sebagai bagian dari kampanye, tur dari radio ke radio, sampai dengan aktif mengikuti ajang komunitas budaya dan sosial, membuat Anas didapuk sebagai Bapaknya #KampanyeBudaya dan menyabet predikat Ethnic-preneur, Pengusaha Pelestari Budaya.
“Tidak ada kaitan langsung dengan Aemtobe. #KampanyeBudaya ini adalah murni bentuk keperdulian saya, kecintaan saya terhadap kearifan budaya lokal, sumbangsih saya untuk melestarikan tenun Nusantara dan membuat orang Indonesia bangga memakai produk sendiri”, tutup Anas dalam sebuah kesempatan interview, sehari sebelum jadwal lawatannya ke Malaysia dalam rangka mengikuti ajang Fashion Show di sana.
“Nah, terjawab sudah kan? Begitu banyak fakta terungkap, mengapa Miumosa begitu antusias berkolaborasi dengan Aemtobe dan sosok Anas maghfur.